Assalamualaikum..
kisah ini diambil dari kiriman email sahabat dari negara jiran..
oleh yang demikian...
mohon maaf jika ada kesulitan dalam memahami ayat2 nya...
Apa yang penting pengajaran yang ingin disampaikan dapat diterima....
Mohon maaf.. kisah ini sudah sering kami baca dan tidak pernah mata kami tidak basah setelah membacanya.
Bismillah...
Ada
sebuah kisah tentang ketotatalan cinta yang dicontohkan Allah lewat
kehidupan Rasul-Nya. Pagi itu, meski langit telah mulai
menguning,burung- burung gurun enggan mengepakkan sayap.
Pagi itu, Rasulullah dengan suara terbata memberikan petua, "Wahai umatku,
kita semua ada dalam kekuasaan Allah dan cinta kasih-Nya. Maka taati
dan bertakwalah kepada-Nya. Kuwariskan duahal pada kalian,sunnah dan Al Qur'an. Barang
siapa mencintai sunnahku, berati mencintai aku dan kelak orang-orang
yang mencintaiku, akan bersama-sama masuk surga bersama aku."
Khutbah
singkat itu diakhiri dengan pandangan mata Rasulullah yang teduh
menatap sahabatnya satu persatu. Abu Bakar menatap mata itu dengan
berkaca-kaca, Umar dadanya naik turun menahan napas dan tangisnya.
Ustman menghela napas panjang dan Ali menundukkan kepalanya
dalam-dalam. Isyarat itu telah datang, saatnya sudah tiba.
"Rasulullah
akan meninggalkan kita semua," desah hati semua sahabat kala
itu.Manusia tercinta itu, hampir usai menunaikan tugasnya di dunia.
Tanda-tanda itu semakin kuat, tatkala Ali dan Fadhal dengan sigap
menangkap Rasulullah yang limbung saat turun dari mimbar.
Saat
itu, seluruh sahabat yang hadir di sana pasti akan menahan detik-detik
berlalu, kalau bisa. Matahari kian tinggi, tapi pintu Rasulullah masih
tertutup. Sedang di dalamnya, Rasulullah sedang terbaring lemah dengan
keningnya yang berkeringat dan membasahi pelepah kurma yang menjadi
alas tidurnya.
Tiba-tiba
dari luar pintu terdengar seorang yang berseru mengucapkan salam.
"Bolehkah saya masuk?" tanyanya. Tapi Fatimah tidak mengizinkannya
masuk, "Maafkanlah, ayahku sedang demam," kata Fatimah yang membalikkan
badan dan menutup pintu.
Kemudian ia kembali menemani ayahnya
yang ternyata sudah membuka mata dan bertanya pada Fatimah, "Siapakah
itu wahai anakku?" "Tak tahulah ayahku, orang sepertinya baru sekali
ini aku melihatnya," tutur Fatimah lembut.
Lalu, Rasulullah
menatap puterinya itu dengan pandangan yang menggetarkan. Seolah-olah
bahagian demi bahagian wajah anaknya itu hendak dikenang. "Ketahuilah,
dialah yang menghapuskan kenikmatan sementara, dialah yang memisahkan
pertemuan di dunia. Dialah malaikatul maut," kata Rasulullah, Fatimah
pun menahan ledakkan tangisnya. Malaikat maut datang menghampiri, tapi
Rasulullah menanyakan kenapa Jibril tidak ikut sama menyertainya.
Kemudian dipanggilah Jibril yang sebelumnya sudah bersiap di atas
langit dunia menyambut ruh kekasih Allah dan penghulu dunia ini.
"Jibril, jelaskan apa hakku nanti di hadapan Allah?" Tanya Rasululllah
dengan suara yang amat lemah. "Pintu-pintu langit telah terbuka, para
malaikat telah menanti ruhmu.
Semua syurga terbuka lebar
menanti kedatanganmu, " kata Jibril. Tapi itu ternyata tidak membuatkan
Rasulullah lega, matanya masih penuh kecemasan.
"Engkau tidak
senang mendengar khabar ini?" Tanya Jibril lagi. "Khabarkan kepadaku
bagaimana nasib umatku kelak?" "Jangan khawatir, wahai Rasul Allah, aku
pernah mendengar Allah berfirman kepadaku: 'Kuharamkan syurga bagi
siapa saja, kecuali umat Muhammad telah berada di dalamnya," kata
Jibril.
Detik-detik semakin dekat, saatnya Izrail melakukan
tugas. Perlahan ruh Rasulullah ditarik. Nampak seluruh tubuh Rasulullah
bersimbah peluh, urat-urat lehernya menegang. "Jibril, betapa sakit
sakaratul maut ini."
Perlahan Rasulullah mengaduh. Fatimah
terpejam, Ali yang di sampingnya menunduk semakin dalam dan Jibril
memalingkan muka. "Jijikkah kau melihatku, hingga kau palingkan wajahmu
Jibril?" Tanya Rasulullah pada Malaikat pengantar wahyu itu. "Siapakah
yang sanggup, melihat kekasih Allah direnggut ajal," kata Jibril.
Sebentar kemudian terdengar Rasulullah mengaduh, karena sakit yang
tidak tertahankan lagi. "Ya Allah, dahsyat nian maut ini, timpakan saja
semua siksa maut ini kepadaku, jangan pada umatku. "Badan Rasulullah
mulai dingin, kaki dan dadanya sudah tidak bergerak lagi.
Bibirnya bergetar seakan hendak membisikkan sesuatu, Ali segera
mendekatkan telinganya. "Uushiikum bis shalati, wa maa malakat aimanuku
- peliharalah shalat dan peliharalah orang-orang lemah di antaramu." Di
luar pintu tangis mulai terdengar bersahutan, sahabat saling
berpelukan. Fatimah menutupkan tangan di wajahnya, dan Ali kembali
mendekatkan telinganya ke bibir Rasulullah yang mulai kebiruan.
"Ummatii, ummatii, ummatiii?" - "Umatku, umatku, umatku"
Dan,
berakhirlah hidup manusia mulia yang memberi sinaran itu. Kini,
mampukah kita mencintai sepertinya? Allahumma sholli 'ala Muhammad wa
baarik wa salim 'alaihi Betapa cintanya Rasulullah kepada kita.
NB:
Kirimkan kepada sahabat-sahabat muslim lainnya agar timbul kesadaran
untuk mencintai Allah dan RasulNya, seperti Allah dan Rasulnya
mencintai kita.
Karena sesungguhnya selain daripada itu hanyalah fana belaka. Amin...
Usah gelisah apabila dibenci manusia karena masih banyak yang
menyayangi mu di dunia tapi gelisahlah apabila dibenci Allah karena
tiada lagi yang mengasihmu diakhirat.
Tuesday, January 27, 2009
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment